Isu lingkungan
pemanasan global
A. Latar Belakang
Dewasa ini lingkungan menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang
seksama dan cermat. Lingkungan saat ini mulai terancam oleh berbagai dampak
yang ditimbulkan berbagai aktifitas manusia. Dari tahun ke tahun lingkungan
saat ini mulai menampakan perbahan yang signifikan.
Isu lingkungan sesungguhnya merupakan isu yang sangat kuas karena kompleksitas
permasalahannya menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam dari
multidisiplin ilmu ekonomi, politik, social dan budaya dan tentunya dari
kelompok ilmu-ilmu eksata yang berkaitan langsung dengan studi physical
environment itu sendiri, seperti: biology, chemistry, geology, forestry dan
sebagainya.
Seiring dengan petambahan penduduk dan perkembangan berbagai industri, maka isu
lingkungan telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh manusia. Pencemaran
lingkungan merupakan masalah bersama.
Permasalahan lingkungan
dapat dikategorikan masalah lingkungan lokal, nasional, regional dan global.
Pengkategorian tersebut berdasarkan pada dampak dari permasalahan lingkungan,
apakah dampaknya hanya lokal, nasional, regional atau global. Bila kita melihat
bumi secara utuh maka bumi merupakan satu sistem yang utuh dan tidak bisa
dipisah-pisahkan.
BAB II
ISI
- Isu Lingkungan Global
Isu lingkungan global
merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan
lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia serta
menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade
belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat
isu lingkungan ini mencuat. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan
yang bersifat global serta yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai
pemanasan global.
Pemanasan
global atau yang sering kita sebut global warming adalah adanya proses
peningkatan suhu rata-rata atmosfer,laut, dan daratan bumi. Pemanasan global
atau global warming menjadi isu global mutakhir terkait lingkungan hidup
dimana pencemaran dan pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai faktor
penyebab hilangnya sifat kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun
menyadari untuk melakukan upaya keras mengingat semakin terancamnya eksistensi
kehidupan.
Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (18,35
milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau
18.350.000.000.000/kg karbon dioksida).Ketika atmosfer semakin kaya akan
gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak
panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek
Rumah Kaca
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca”>gas-gas rumah kaca
akibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan
dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak
setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Sebagian besar para ilmuawan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena
yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama
masyarakat dunia sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca
CO2, methan, nitrat oksida dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah
yang sangat besar dan dengan konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan
panel antara pemerintahan antar perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah terjadi
kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu
terjadi pada suhu minimum dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara
0,5 sampai 2,0 derajat celcius atau temperature rata-rata global telah
meningkat sekitar 0,6 derajat celcius (33 derajat F) diabandingkan dengan masa
sebelum industri.
Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan
yang terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua
kali lipat dari sebelum era industri pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka
konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama
jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya temperature
rata-rata global sebesar 2,5 derajat celcius, dengan peningkatan 4 derajat
celcius di daratan. Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi
ketika temperature permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini
sebenarnya cukup untuk mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah
meningkat karena blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan
bahwa abad paling dalam millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak
mengehrankan jika tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan
sebagian besar diantaranya terjadi pada abad ke-20.
Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan
bencana seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung
dari musim dan bersifat lintas batas sehingga efek
distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama dan polanya
kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan
kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar
terjadi pada musim hujan dan magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak
musim kemarau.
Perubahan iklim sudah tidak
lagi menyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun, sudah meluas pada aspek
keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, gangguan cuaca
berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya,
resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada
kerusakan harta benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia.
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan
melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya
permukaan air laut dan dampak buruk lainnya.
Pemanasan global seperti dilaporkan 441 pakar Intergovernmental panel on
Climate change, 10 April 2007, menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi lima
tahun mendatang berupa kegagalan panen, kelangkaan air, dan kekeringan.
Diperkirakan asia akan mengalami dampak yang paling parah, produksi pertanian
tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen, India akan mengalami kelangkaan
air dan 100 juta rumah warga pesisir akan tergenang.
Laju pemanasan global
yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub dan
meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil
dan pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup
permukaan terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman
terumbu karang yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan
ekosistem tersebut akibat sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang
berkurang.
Sifat perubahan iklim tentu tidak mengenal batas
Negara. Begitu pula distribusi dan dampaknya, bahkan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara. Negara-negara industri
adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim,
sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit konstribusinya dalam
fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang nyata. Oleh karena
itu, semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan global dengan
perannya masing-masing. Industri transportasi, ahli pertanian, aktifis
lingkungan, pemerintah hingga individu harus mengerem peningkatan pemanasan
global.
- Isu Lingkungan Nasional
Isu lingkungan nasional yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang
ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak
dalam skala nasional. Salah satu isu lingkungan nasional yaitu sampah. Sampah
adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas
manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya
atau dibuang sebagai barang tidak berguna.
“Sampah adalah suatu bahan
yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses
alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen,
Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan
tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan
sehari-hari masyarakat. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah
yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial: pusat
perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.
3. fasilitas sosial: rumah
ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas
4. fasilitas umum: terminal,
pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan saluran
terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah padat pada umumnya
dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu :
- Sampah Organik
Sampah organik (biasa
disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri
dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau
dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.
2. Sampah
Anorganik
Sampah Anorganik berasal
dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari
proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang
sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol,
botol, tas plsti. Dan botol kaleng
Kertas, koran, dan karton
merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya,kertas, koran, dan karton termasuk
sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang
seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka
dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.
Sudah kita sadari bahwa
pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan
manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan
perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih
ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak
negatif yang tidak sedikit.
- Dampak bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan
sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang
seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan
yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
- Penyakit diare, kolera,
tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan
pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah
(haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
- Penyakit jamur dapat juga
menyebar (misalnya jamur kulit).
- Penyakit yang dapat
menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit
yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke
dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
- Sampah beracun: Telah
dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi
ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah
yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
- Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang
masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme
termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini
mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang
dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik,
seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi
dapat meledak.
- Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi
- Pengelolaan sampah yang
kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat:
bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran
dimana-mana.
- Memberikan dampak negatif
terhadap kepariwisataan.
- Pengelolaan sampah yang
tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting
di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang
sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas).
- Pembuangan sampah padat ke
badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas
pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
- Infrastruktur lain dapat
juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya
biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah
kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan.
Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
- Isu Lingkungan Lokal
Isu lingkungan lokal
merupakan yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari
permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak sangat dirasakan bagi
daerah lokal. Salah satu isu pencemaran lokal pada propinsi Kalimantan Barat
yaitu pencemaran sungai Kapuas. Sungai Kapuas merupakan sungai yang ada di
Kalimantan Barat dan telah menjadi sumber air yang digunakan oleh penduduk
setempat untuk melakukan aktifitas seperti mencuci, mandi dan lain sebagainya.
Menurut D. Dwidjoseputro
(1990:125), pencemaran air merupakan suatu perubahan kualitas fisik, kimia dan
biologi air yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian kerena
mempengaruhi sistem kehidupan.
Apabila semua kegiatan
industri dan teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah
industri dan masyarakat umum juga tidak membuang limbah secara sembarangan maka
masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, dalam
kenyataannya masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang
membuang limbahnnya ke lingkungan melalui sungai Kapuas. Pembuangan air limbah
secara langsung ke lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama pencemaran air
di sungai Kapuas.
Persoalan kualitas air adalah
persoalan serius daerahKalomantan Barat, di mana 70 persen masyarakat Kota
Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas secara langsung
sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun
tidak.
Pencemaran berbagai zat
kimia berbahaya di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat saat ini sudah terjadi
mulai bagian hulu hingga hilir sungai. Sungai Kapuas tak hanya tercemari zat
kimia merkuri, tetapi juga limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi
tercemar pestisida dari perkebunan. Dari penelitian Fakultas MIPA Universitas
Tanjungpura Pontianak pertengahan 2008 di hulu Sungai Kapuas, di Kabupaten
Sintang dan Sekadau, tampak bahwa sungai dengan panjang 1.086 kilometer itu
secara kimiawi dan biologis sudah tercemar. Temuan ini melengkapi penelitian
beberapa tahun sebelumnya, saat ditemukan kandungan Hg yang melebihi ambang
batas di bagian hilir Sungai Kapuas.
Sungai Kapuas telah
menunjukan gejala tercemar oleh zat kimia merkuri, limbah pabrik, bakteri coli,
dan ada juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan. Hal ini terlihat pada
saat musim hujan sungai menjadi keruh dan tidak jernih lagi. Sehingga
menimbulkan kekhawatiran apabila kondisi ini dibiarkan maka 5 tahun ke depan,
akan tak melihat lagi sungai yang jernih dan layak untuk dikonsumsi.
Merkuri merupakan bahan
kimia yang biasa digunakan untuk memurnikan butiran emas pada penambangan emas
tanpa izin. Merkuri yang masuk ke tubuh manusia bisa mengganggu sistem saraf
dan sistem enzym yang berguna bagi metabolisme tubuh. Dampak pada manusia:
menderita tremor, hilang ingatan, mengganggu pertumbuhan janin. Beradasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di Sungai Kapuas juga ditemukan adanya biota Benthos
jenis Chironomous. Jenis ini hanya dapat hidup di daerah tercemar. Di
sana juga dijumpai plankton yang hanya hidup di air tercemar.
Sejauh ini, air Sungai
Kapuas dikatakannya masih kerap dimanfaatkan untuk industri, perhotelan, rumah
makan dan sejenisnya. Pencemaran di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas selama
ini dijelaskannya akibat pengaruh aliran hulu ke hilir, kandungan merkuri
akibat aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), limbah rumah tangga dan
industri.
Mudahnya merkuri dijual di
pasaran Kalbar, baik dalam kemasan kantung maupun botol plastik, turut berdampak
mencemari Sungai Kapuas. Harga senyawa yang dipakai untuk aktivitas Penambangan
Emas Tanpa Izin ini pun amat terjangkau bila dibandingkan dengan harga emas
yang melangit.Merkuri dijual seharga Rp 25 ribu per gram. Bapedalda Provinsi
Kalbar pun belum diketahui nama perusahaan yang mengelola distribusi merkuri di
Kalbar. Sebab, di negara ini pun belum ada satu pabrik pun yang memproduksi
merkuri dalam kapasitas untuk diperjualbelikan.
Dari hasil penelitian yang
telah mereka lakukan di beberapa wilayah yang selama ini dijadikan sebagai
kawasan pertambangan emas, daerah di DAS Kapuas yang memiliki kandungan air
raksa tertinggi terdapat diwilayah kecamatan Timpah. Dibandingkan hasil
penelitian 2001, terdapat sedikit penurunan kadar mercury yang terkandung dalam
air sungai di DAS Kapuas. Dari 50 lokasi yang dijadikan sampel penelitian
ketika itu, diketahui kandungannya telah mencapai 0,0262 hingga 0,0351 miligram
air raksa per 1 liter.
Namun pencemaran itu harus
diwaspadai sedini mungkin,mengingat pengonsumsian air raksa bisa terjadi tidak
secara langsung tanpa harus lebih dahulu menggunakan air sungai yang tercemar
seperti untuk minum atau memasak.Antara lain seperti mengkonsumsi
ikan sungai.
- Studi Kasus
Tidak dapat dipungkiri lagi,
manusia sebagai makhluk yang “lebih berkuasa” merupakan pemeran utama adanya
pemanasan global. Hal ini disebabkan manusia lah yang penyumbang gas rumah kaca
terbesar. Dari berbagai aktivitasnya penggunaan energi fosil merupakan
penyumbang gas rumah kaca terbanyak. Berdasarkan World Development Report
1998/99 dari Bank Dunia, total emisi CO2 dunia pada tahun 1995,
baik berasal dari penggunaan energi maupun dari sumber lain sebesar 22.700 juta
ton. Amerika Serikat menempati urutan pertama dalam hal pembuangan emisi gas CO2
sebanyak 24,1% (melebihi Jepang, India, China, maupun gabungan tiga negara ini,
maupun jika dibandingkan dengan Eropa). Selain penggunaan energi fosil,
pemakaian barang-barang yang akan menimbulkan aerosol yang berlebihan di
atmosfer juga menimbulkan pemanasan global. Sebagai contoh penggunaan freon
pada AC, pemakaian hair dan parfum spray maupun asap kendaraan bermotor yang
menimbulkan senyawa timbal (Pb).
Semakin berkurangnya hutan
memegang peranan dalam pemanasan global. Kawasan hutan merupakan areal yang
mempunyai manfaat langsung bagi masyarakat, namun pada kenyataannya selama ini
belum banyak dipahami kalangan awam sebagai sesuatu yang berarti. Mereka
menilai kawasan hutan merupakan kawasan tutupan hutan yang hanya mempunyai
makna ekonomi jika kayu yang ada di dalamnya bisa dijual atau dimanfaatkan
untuk bangunan.
Air yang terserap dari
gunung menciptakan kesuburan tanah dan menjaga kecukupan air masyarakat yang
keluar lewat mata air kemudian dialirkan melalui sungai-sungai dan air tersebut
dimanfaatkan untuk lahan pertanian masyarakat sekitar.
Memang sangat berorientasi
pada kepentingan manusia yang ada disekitar kawasan hutan, namun jika
dihubungkan secara global, ekosistem hutan lebih dari itu. Hutan telah berjasa
dalam keseimbangan iklim, mengurangi polusi, mereduksi, menyerap CO2
dan mengurangi pemanasan global.
Beberapa tahun terakhir ini
penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan hutan makin marak terjadi
dimana-mana seakan-akan tidak terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas
akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek
El-Nino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai
fungsi ekologis dan biodiversiti besar. Badan Planologi Departemen Kehutanan
melalui citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih berhutan atau yang
masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun 1999/2000 hanya tinggal empat
persen saja. Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah tangkapan air pada
daerah aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini hilangnya suatu kawasan
hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek.
seperti kebutuhan air, oksigen (O2), kenyamanan (iklim mikro),
keindahan (wisata), penghasil kayu, rotan, dammar, penyerapan karbon, pangan
dan obat-obatan, sekarang ini sudah sulit di dapatkan lagi.
A. Penyebab pemanasan global
1. Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang
terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut
berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Infra_merah”>infra merah gelombang
panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksida”>karbon
dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas
ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini
terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan
semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas
yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet
ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C
(59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari
temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya
-18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan
pemanasan global.
2. Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan
global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya.
Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya
gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air
sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun
karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara
perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena
pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke
permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat
dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra
merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya
menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail
tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila
dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar
125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila
dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah
pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke
Empat.
Umpan balik penting lainnya
adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es
yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat.
Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan
terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih
sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak
radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak
lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat
terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi
terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4
yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk
menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan
oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang
merupakan penyerap karbon yang rendah.
3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan
bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya
efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian
bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat
memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai
akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri
hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil
penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan
dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan
bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan
temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara
tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang
dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas
rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan
bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah
dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan
meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian
besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh
gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim
ilmuan dari http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat”>Amerika
Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya
peningkatan tingkat “keterangan” dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini.
Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
“keterangannya” selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk
berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan
Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
B. DAMPAK DARI PEMANASAN
GLOBAL
Para ilmuan menggunakan
model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk
mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah
membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan
hewan liar dan kesehatan manusia.
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan
bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam
hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi
lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan
belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa
luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat
http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air”>siklus air). Kelembaban
yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen
untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan
badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan
menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode
yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi
dan lebih ekstrim.
2. Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat,
lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar
dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es
di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih
memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan
IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada
abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut
akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40
inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak
pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan
meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang
akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm
(20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di
http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat”>Amerika Serikat.
Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah
yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida
Everglades.
3. Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan
bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya,
tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya
curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis
semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian
gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita
jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai
reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman
pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih
hebat.
4. Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi
makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian
besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung
untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah
arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
5. Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan
dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit
melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya
kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim
ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus,
bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target
nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa
spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan
ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim
(Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu
seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan
tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang
disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara
hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi
terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan
lain-lain.
C. PENGENDALIAN PEMANASAN
GLOBAL
Konsumsi total bahan bakar
fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan
atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan
global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang
timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim
di masa depan.
Kerusakan yang parah dapat
diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan
penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat
membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa
negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan
tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum
dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan
berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama
untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah
karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen
karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan
karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan
menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat
pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat
perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area,
tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya
ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau
pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan
penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas
rumah kaca.
Gas karbondioksida juga
dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan)
gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke
permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara
atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas
pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas
alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali
ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang
karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar
fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat
itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh
minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai
biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan
bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah
karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida
lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan
batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir
lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara.
Beberapa konferensi dan
perjanjian tingkat internasional juga semakin gencar diupayakan. Perjanjian itu
lebih mengarah ke perdagangan karbon dan peraturan pemotongan emisi bagi
negara-negara industri yang memegang presentase paling besar dalam pelepasan
gas-gas rumah kaca.
BAB III
KESIMPULAN
- Berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan dapat digolongkan menjadi permasalahan lingkungan global, nasional, dan lokal.
- Salah satu isu lingkungan global yang berdampak menyeluruh dan global yaitu pemanasan global. Pemanasan global adalah adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi.Sampah merupakan permasalahan lingkungan nasional.
- Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna.
- Salah satu permasalahan lingkungan lokal yaitu oencemaran air yang terjadi di sungan Kapuas Kalimantan Barat.
- Penyebab pemanasan global yaitu efek rumah kaca, efek umpan balik dan variasi matahari.
- Dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan pemanasan global yaitu iklim mulai tidak stabil, peningkatan permukaan laut, suhu gelombang cenderung meningkat, gangguan ekologis, serta berdampak sosial dan politik.
- Pengendalian pemanasan global dapat dengan cara menghilangkan karbon dan persetujuan internasional untuk menyikapi permasalahan lingkungan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar